Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan

Indonesia kaya akan wisata luar biasa. Teluk Prigi salah satunya!

“Ini buat yang tadi belum sempat sarapan” seru ibu sahabat saya, ibu Ida yang tampak sibuk merapihkan kertas minyak berisi sarapan untuk teman saya yang memang bangun kesiangan karena lelah sehabis begadang semalam. Hari itu (20/04) kami memang akan mengadakan perjalanan menuju laut Prigi (atau bisa dikatakan teluk) yang lokasinya berada di kota Trenggalek, Jawa Timur.
 
Bus mulai beranjak meninggalkan rumah teman saya dikawasan desa Paron. Perjalanan terasa sangat sepi karena mayoritas teman-teman saya masih lelah setelah berjuang melawan dinginnya malam dan waktu sebelum berangkat. Ya, namanya juga anak muda. Mereka tidur pulas dibawah dinginnya semburan AC yang meluncur dari atap bus.

Banyak pemandangan disekitar jalan yang kami lalui. Bukit yang indah, tikungan yang tajam, jalan sempit yang naik turun membuat sebagian diantara rombongan kami mengalami mual. Bahkan salah satu diantaranya telah muntah karena tak kuat melalui medan jalan yang berat tersebut. Sesekali saya lihat hamparan sawah di kanan dan kiri jalan, tampak memang berbeda dengan kota metropolis surabaya yang (mungkin) sudah tak lagi “menerima” lahan seperti demikian. Mereka semua telah di “tikam” oleh bangunan modern nan megah yang merupakan ciri khas kota Pahlawan.

Akhirnya setelah melahap sekitar 70 km, sampailah kami di tempat tujuan, yakni Teluk Prigi. Bus kami berhenti di gerbang pintu masuk dan salah satu teman saya turun untuk melakukan pembayaran administrasi. Setelah itu bus kembali berjalan melewati bukit. Dari atas bukit, kami dapat melihat dengan jelas pemandangan yang sangat indah. Hamparan laut, bukit, dan masih banyak lagi. Ah, tak sabar rasanya.

Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan
Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan
Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan Teluk Prigi, Pesona Pantai Selatan

Rombongan kami mulai beranjak turun, dan langsung bergegas menuju bibir pantai. Ada yang foto-foto, ada yang hanya memandang indahnya hamparan laut yang memiliki gradasi warna, dan ada yang masih mempersiapkan tempat barang kami akan diletakkan. Pak, disini aman toh? Tanya salah satu rekan saya kepada bapak yang menawarkan kami perahu. “Aman mas. Disini aman. Kalau memang hilang saya ganti. Ini perahu saya. Silahkan laporkan polisi” ujar beliau yang memberikan jaminan sekaligus ketenangan kepada kami semua.

Pantai ini tampak sangat sepi pengunjung. Saya bergumam di dalam hati, bagaimana pantai seindah ini bisa sepi pengunjung? Atau mungkin karena kami datang saat hari efektif sehingga tidak banyak orang yang datang kesana. Toko-toko pun banyak yang tutup. Hanya segelintir toko yang buka dan menawarkan makanan, minuman, toilet serta musholla.
 
Setelah menunggu salah satu rekan saya yang buang hajat, kami memutuskan untuk mengikuti rombongan rekan perempuan yang telah dulu berputar melihat teluk tersebut menggunakan perahu. Kami mulai menaiki perahu tersebut, lalu beberapa diantara kami meminta di foto hingga sang joki perahu meminta kami untuk tidak terlalu menumpuk di depan agar motor perahu dapat bergerak dengan baik.

“ini namanya pantai kecil mas bro. Kalau yang itu ada karang, kalau teluk sedang surut, karang tersebut dapat terlihat dengan jelas.” Kami mendapat banyak sekali penjelasan serta petunjuk dari mas tersebut. Sayangnya saya lupa bertanya siapa namanya.

Setelah puas berputar-putar, kami diantarkan menuju bibir pantai kembali. Tampak saya asyik memainkan GoPro milik teman saya dengan mencelup-celupkan ke dalam air. Harapan memang dapat melihat bawah laut dengan jelas, namun hasil yang saya dapatkan tidak ada! Hanya ada air tanpa terlihat dasar laut. Mungkin kurang dalam nyemplunginnya hehehe...

Setelah turun dari perahu, kami bersantai sejenak, melihat-lihat kembali pemandangan yang ada. Sebagian diantara kami mulai hunting kamar mandi, entah untuk mandi atau sekedar mencuci muka dan kaki akibat terkena pasir pantai yang putih. Sebagian lain membeli makan siang di tempat tersebut. Harga yang ditawarkan pun relatif. Namun saya pikir pedagang tidak over dalam mengambil keuntungan sehingga tidak meresahkan wisatawan.

Setelah makan dan menunaikan shalat dhuhur dan ashar secara jama’ qashar, kami segera bersiap-siap kembali untuk mengambil foto secara bersama-sama dengan pendamping kami. Cekrik. Suara kamera membunuh gaya kami. Cuara gerimis, sehingga mendorong kami untuk segera bergegas kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan. (*)

Writed on April, 2015.

An introvert. Loves to write and read.

Posting Komentar

Sampaikan pendapat, pertanyaan, atau kritik anda!