Budaya Menerobos Lampu Merah

Mobil berhenti di traffic light. (Unsplash/Matthew Ansley)

Lampu dalam sekejap berubah. Dari hijau, menjadi kuning, lalu merah. Banyak kendaraan yang awalnya kencang berubah menjadi pelan karena gesekan rem. Banyak sekali diantara kita yang berusaha untuk tetap melajukan kendaraan meskipun telah mengetahui bahwa rambu lalu lintas menunjukkan lampu merah, yang berarti berhenti. 

Banyak sekali alasan yang diungkapkan oleh seorang yang menerobos lampu merah. Dan tidak sedikit pula orang yang melakukannya. Seakan kebiasaan yang tidak disiplin ini mengakar di masyarakat. Sering sekali saya melihat, seorang yang mengendarai sepeda motor berhenti, namun mereka menolah noleh ke kanan dan kiri lalu menarik gas sepeda motornya untuk menerobos. 

Inikah kebiasaan orang Indonesia? Ini merupakan cermin bagi negara kita. Banyak sekali masyarakat yang belum mampu bersikap disiplin. Memang terburu-buru, atau hanya karena takut di tilang oleh seorang polisi yang berjaga diseberang jalan? Atau lebih parah lagi jika kita telah terbiasa untuk menerobosnya setiap saat tanpa memperdulikan hal sekitar anda? 

Saya teringat oleh sebuah kisah yang saya baca, dimana saat itu terdapat seorang pengendara yang sedang bimbang karena takut tidak dapat melewati lampu rambu lalu lintas yang ada didepannya. Saat orang tersebut mendekati lampu lalu lintas, berubahlah warna lampu tersebut dari hijau, lalu kuning dan kini menjadi merah. Dalam pikiran orang tersebut, ia tidak mampu menghentikan laju kendaraannya, padahal kenyataannya ia mampu melakukannya. 

Yak ayal seorang polisi yang berjaga diseberang jalan menghentikan kendaraannya, dan meminta sim yang ia miliki. Namun tampaknya ia mengenal wajah polisi tersebut, yang tak lain adalah temannya pada masa SMA. Ia sempat bertegur sapa. “hai, apakabar bro?” ucapnya penuh semangat. “baik saja” balas polisi itu dengan wajah datar. 

“Maaf bro, aku akan menghadiri acara ulang tahun istriku dirumah, masak aku harus datang terlambat?” ucapnya dengan mimik wajah yang meyakinkan polisi tersebut. 

Ternyata polisi tersebut tetap bergeming, ia tak percaya. Polisi tersebut meminta sim sang pengendara yang menerobos lampu merah tadi. “ayo lah broo, baru sekali saja aku menerobos lampu merah” kembali si pengendara mencoba menghindari polisi. 

“Saya mengerti. Sebenarnya engkau sudah lama kuamati menerobos lampu disini, asal kau tahu itu....” balas sang polisi dengan bijak. 

“Teman, jadi kau mau menilangku? Sungguh aku tak menerobosnya. Tadi masih lampu kuning!” kembali pengemudi tersebut mencoba berdusta. “Ayolah, kawan. Aku melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.” 

Dengan perasaan marah pengemudi itu mengeluarkan SIM, dan lalu masuk ke kendaraannya dan menutup kaca mobil. Sementara sang polisi sibuk menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian, polisi tersebut mengetuk jendela mobil pengemudi dan memberikan SIM serta selembar kertas. Pengemudi tersebut hanya membuka jendelanya sekitar 4cm, dan dengan kecewa mengambil SIM kerta kertas yang diberikan polisi tadi.

Setelah menerimanya, sang pengemudi membaca surat dari polisi tersebut yang notabenya adalah teman masa SMA nya.
 
“Halo temanku. Tahukah kamu, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang sekali, ia telah meninggal tertabrak oleh pengemudi yang menyerobot lampu merah. Pengemudi tersebut dihukum penjara selama tiga tahun. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Aku masih berusaha dan berharap Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi tersebut, betapa sulitnya. Begitu pula saat ini. Maafkan aku teman. Doakan agar permohonanku terkabul. hati-hati. Salam (dr temanmu).” 
 
Pengemudi tersebut terhenyak. Ia segera keluar dan mencari temannya tersebut, namun polisi tersebut telah berpindah tempat tugas entah kemana. Sepanjang perjalanan pulang ia hanya bisa mengemudi perlahan dengan hati-hati sembari berharap kesalahannya dimaafkan.

Dari kisah tersebut dapat kita ambil sebuah hikmah, bahwa dengan kita berkendara dengan hati, dengan disiplin, mematuhi rambu lalu lintas, maka akan tercipta suatu pola yang baik. Tidak perlu menyalahkan orang lain, namun koreksilah diri anda sendiri. Mulailah dari hal yang kecil seperti mengurangi kecepatan saat berada didekat persimpangan jalan yang terdapat lampu rambu lalu lintas. Coba juga untuk berangkat lebih awal agar tidak tergesa-gesa sehingga membahayakan pengendara lain.

Anda disiplin, semua pun jadi nyaman.

Posting Komentar

Sampaikan pendapat, pertanyaan, atau kritik anda!