Full Day School, Tugas Sekolah, dan Interaksi Sosial. Salah Siapa?

Kegiatan interaksi dan diskusi. (Unsplash/neONBRAND)

Pada zaman sekarang ini, sudah banyak sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta yang menerapkan sistem full day school, yaitu kegiatan sekolah yang hampir sehari yang dimulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 16.00 sore hari. Apa saja dampaknya bagi para warga sekolah khususnya siswa sendiri?

Sejak diberlakukannya sistem Full Day School, banyak sekali siswa yang pulangnya larut malam. Yang rumahnya dekat dengan sekolah saja sampai rumah hampir maghrib, lalu bagaimana yang rumahnya jauh? Atau bahkan ada yang luar kota seperti sekolahku yang letaknya di selatan kota Surabaya ini? Apa saja efeknya bagi para siswa tersebut?

Pertama, yaitu banyak siswa yang stress karena terlalu tertekan. Dalam hal ini biasanya teman dekat yang sangat berperan. Memberikan semangat, sokongan, dan sebagainya agar kita tidak bosan dan stress. Sebenarnya stress siswa ini dapat berkurang jika saja para Guru disekolah mengurangi intensitas Pekerjaan Rumah (PR). Jangankan untuk mengerjakan PR, waktu untuk berkumpul bersama keluarga pun masih ada yang kesulitan mengatur waktu, dalam hal ini (pemberian PR) sangat tidak efektif menurut saya.

Kedua, siswa mengantuk dikelas. Hal ini lumrah sekali terjadi didalam kelas saat pembelajaran atau saat jam kosong. Para siswa yang rumahnya jauh, memang memerlukan waktu relatif lama untuk perjalanan. Otomatis, waktu istirahat mereka pun terpangkas. Sesampai rumah, kebanyakan dari mereka lelah, dan langsung tidur. Itupun jika kita tidak mendapat tugas dari guru.

Ketiga, yaitu kurangnya interaksi dengan masyarakat. Ini yang paling penting dari segala poin diatas. Kesempatan untuk berinteraksi dengan tetangga sangat kecil. Jangankan berinteraksi sering berkumpul dengan para tetangga, untuk datang shalat ke Masjid (Maghrib khususnya) pun kita terkadang tidak sempat. 
 
Mengapa Interaksi ini sangat penting? Karena kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, harus saling berkomunikasi dalam kehidupan, baik dengan tetangga maupun teman atau warga disekolah sekalipun. Semakin lama pun manusia akan cenderung lebih egois karena kurangnya interaksi dengan tetangga sekitar. Berbeda dengan di perdesaan, interaksi warga desa jauh lebih baik daripada masyarakat kota.

Dari sini, saya tidak menyalahkan pencetus sistem full day school, namun dari pengamatan saya, sistem ini tidak hanya banyak menimbulkan positif tapi juga seimbang dengan negatifnya. Sudah saatnya kita mencoba gaya hidup seperti orang desa, gotong royong misalnya, walaupun kita hidup dijaman serba canggih seperti ini. Karena kombinasi dari suatu hal yang modern dengan tradisional akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Semoga kedepannya kita sebagai siswa lebih bisa mengatur waktu walaupun tidak banyak.(*)

Posting Komentar

Sampaikan pendapat, pertanyaan, atau kritik anda!